Selasa, 29 Oktober 2024. 15:27 WIT.
HAL-TENG PERS TIPIKOR.ID.
Program pembangunan Rumah Layak Huni (RLH) untuk memberikan akses kepada masyarakat yang kurang mampu agar bisa memiliki rumah yang kondisinya layak dan sehat untuk dihuni. Akan tetapi ada yang membuat miris.

Dari 10 unit Rumah Layak Huni (RLH) yang dibangun di Kota Weda dengan anggaran APBD 2024 dikeluhkan warga. (29/10/2024).

Pasalnya, proyek 10 unit RLH dengan total pagu sebesar Rp. 2.040.000.000,00,- selaku pemenang tender Cv. Mutu Utama, waktu pelaksanaan 150 hari kalender, akan tetapi sudah memasuki akhir 2024, terdapat bukti fisik satu diantaranya hingga kini belum tuntas.

Berdasarkan informasi serta penulusuran Pers Tipikor.id, pada 29/10/2024, 1 unit RLH yang dibangun di Desa Were belakangan perumahan DPRD itu terlihat terbengkalai, sementara pemilik rumah seorang nenek berusia kisaran 80 tahun.

Hasil wawancara bersama Pers Tipikor id, pada pukul 11:57 WIT siang ini, salah satu warga mengaku sedih, karena saat rumah nenek dibongkar dan akan dibangun (RLH), sampai dengan saat ini nenek harus ba kost (Ngekost) dengan bayaran per bulan Rp. 850.000,00,- (Delapan Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah), ungkap warga yang tidak mau namanya ditulis.
“Pada hal, beberapa unit RLH yang dikerjakan oleh Udin itu semua telah tuntas, akan tetapi yang kontraktor lain ini tidak tuntas”.
Untuk memperdalam ungkapan warga tersebut, Pers Tipikor id langsung menanyakan kepada nenek selaku penerima RLH, nenek tersebut membenarkan, Iyo (iya) semenjak rumah dibongkar saya ba kost (Ngekost) di kos kosan milik ustad Ramli, sampai saat ini sudah tiga bulan lebih baik kost (Ngekost), satu bulan bayar Rp. 850.000,00,- ungkapnya.
Ketika ditanyakan siapa yang membayar biaya kost, nenek menjawab anak saya yang bayar walau dia juga ba kost (Ngekost), ungkapnya.
“Pengakuan sejumlah masyarakat menyebutkan bahwa, saat pembangunan RLH milik nenek, kami selalu melihat yang kesini (Lokasi Kerja) yaitu Habib sama Ongen, nenek juga sudah pernah kerumah Saiful, tapi Saiful tarada (Tidak Ada)”.
Sarif salah satu tokoh masyarakat mengatakan, kondisi seperti ini sudah selayaknya Aparat penegak hukum (APH) melidik proyek pembangunan RLH.
Ini keterlaluan, bayangkan proyek RLH yang ada di depan hidung saja kondisinya seperti itu, tegasnya.
Penegak Hukum harus secepatnya memanggil pihak-pihak yang dianggap terlibat untuk diminta keterangan.
Hal ini dimaksudkan agar masalah tersebut dibuat terang dan tidak menimbulkan kecurigaan, jelasnya.
“Jadi APH sudah seharusnya memanggil orang-orang yang terlibat, seperti kontraktor dan pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk dimintai pertanggungjawaban. Jika hal ini mengarah pada tindak pidana, tolong diseriusi, tutupnya mengakhiri. (Rosa).