Selasa, 28 Maret 2023. 04:02 WIT
HAL-TENG PERS TIPIKOR-ID. Sejumlah persoalan proyek mangkrak alias tidak rampung dikerjakan marak terjadi di Halmahera Tengah dengan sumber keuangan dari APBD.
Celakanya lagi, diduga kontraktor maupun panitia dan pengawas proyek seperti tidak pernah dimintai pertanggungjawaban. Apalagi, sampai diproses secara hukum. Akibatnya, kondisi serupa terus terjadi, ungkap Sekretaris Tim Investigasi Perskpktipikor Rusli Ishak lewat pesan WhatsAppnya.
Menurutnya, “berdasarkan catatan kami ada sejumlah proyek yang tidak rampung dikerjakan. Yakni proyek pembangunan GOR, jalan lingkar telaga nusliko, proyek peningkatan jalan hotmix kecamatan weda tengah, proyek penataan taman air mancur/Spot Photo Booth, dan beberapa proyek lainnya.
Padahal, negara sudah mengeluarkan anggaran begitu besar untuk pembangunan fasilitas tersebut.
Olehnya itu, sudah semestinya ada pertanggungjawaban secara hukum. Karena saat fasilitas yang dibangun tidak tuntas itu kemudian tidak bisa dipakai, maka negara lah yang dirugikan. Ada keuangan negara yang hilang akibat ulah kontraktor nakal atau siapa lah, imbuhnya.
Bahkan lagi, saat ini ada lagi tambahan proyek mangkrak yakni, proyek Swiming Pool atau Kolam Renang yang di kerjakan oleh CV. BELA MUTIARA ABADI, dengan nomor kontrak 556/07.a/SP/DAU/DISPAR-HT/VIII/2022, dengan nilai kontrak
Rp. 597.400.000. Waktu pelaksanaan 120 Hari Kalender, ungkapnya.
Katanya lagi, berdasarkan informasi dari kontraktor yang mengerjakan proyek penataan taman air mancur/Spot Photo Booth bahwa, proyek Swiming Pool atau Kolam Renang itu sudah berjalan sejak November 2022 kontraktornya adalah Mantan Ketua KNPI Sunarwan, ungkapnya.
Olehnya itu, kepada Aparat Penegak Hukum harus menyikapi maraknya proyek mangkrak ini. Sehingga kedepan tidak ada lagi atau bisa diminimalisir. Jika hal ini terus dibiarkan, maka keuangan negara akan terus digerogoti oleh kontraktor nakal, harapnya.
Sebab sekian lama, pemerintah daerah diduga tak melakukan evaluasi kenapa sejumlah proyek infrastruktur itu bisa mangkrak? Maka kami menaruh harapan besar kepada pejabat Bupati agar bisa mengevalusi kinerja PPK dan kontraktor.
Lanjutnya, dalam proyek mangkrak tersebut, berdasarkan aturan pengadaan ada hak-hak yang dilanggar dalam kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak pengadaan antara PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) selaku wakil negara dan penyedia. Dilema akan dihadapi oleh PPK, yakni tegas menghentikan kontrak dengan risiko menghasilkan ”pekerjaan yang mangkrak” atau memark up progress seolah-olah pekerjaan sudah 100% selesai. Dua pilihan itu sama-sama berisiko tuntutan hukum dari pihak penyedia, karena ada hak mereka yang dilanggar, bebernya.
Olehnya itu, disini peran penting Aparat penegak hukum harus bersikap tegas terhadap kontraktor yang mengerjakan proyek dengan tidak tuntas. Bila perlu terjadi putus kontrak, maka jaminan pelaksanaan harus disita oleh negara. Sehingga bisa memberikan efek jera. Karena seorang PPK yang jadi wakil negara harus berusaha sekuat tenaga menghasilkan output dan outcame, yang segera bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, tegasnya. (Rosa).